Nama : Dwi Kurnia Sari
Noreg : 3115110425
Prodi : Pendidikan Matematika
Reguler 2011
Resume pertemuan ke-10: “Penanaman Olimpisme untuk Membangun Semangat
Pendidikan yang Kondusif”
Setelah memberikan materi
mengenai “Penanaman Olimpisme untuk Membangun Semangat Perubahan”, Pak Andhos
melanjutkan dengan judul “Penanaman Olimpisme untuk Membangun Semangat
Pendidikan yang Kondusif.”
Di dunia saat ini, telah terjadi perubahan skala global
dalam setiap aspek kehidupan, seperti: ekonomi, politik, sosial, dan budaya
atau kultur. Pada aspek ekonomi misalnya terjadi gap yang semakin besar antara
negara berkembang dengan negara maju karena kendali ekonomi berada di tangan
negara-negara maju (dampak negatif), terjadinya, persaingan yang semakin
kompetitif (dampak positif). Pada aspek politik terjadinya kehidupan yang
semakin demokratis karena semakin terbukanya informasi, semua level masyarakat
dapat berperan dalam politik. Dampak perubahan pada aspek sosial, contohnya:
terbentuknya masyarakat global, kehidupan individualis semakin meningkat, dan
makin banyaknya penyakit sosial yang berkembang di masyarakat (dampak negatif).
Aspek budaya atau kultur terjadinya keterbukaan atau transparansi yang semakin
meluas, terciptanya kehidupan maya atau semu, dan meningkatnya penyakit
psikologis.
Seperti yang telah kita ketahui bersama, dalam era globalisasi
ini teknologi informasi sangat berperan dalam mempercepat pengetahuan dan
wawasan masyarakat. Dibantu teknologi, masyarakat dapat melakukan aktivitas
perbankan, bisnis hanya dengan menggunakan gadget
canggih mereka.
Menghadapi perubahan yang bersifat global ini, tentunya
peran Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas sangat diperlukan. Hal ini
dikarenakan SDM yang berkualitas tentunya memiliki kompetensi global yang merupakan
faktor strategis dalam perubahan juga aset penting dalam suatu perusahaan atau
negara.
Kompetensi global yang disebutkan pada paragraf
sebelumnya merupakan kompetensi yang dibutuhkan saat ini. Kompetensi global itu
meliputi sikap atau attitude yang
baik, pengetahuan global dan keterampilan global. Sikap yang harus dipenuhi,
yaitu: disiplin, dapat dipercaya, dinamis atau fleksibel, inisiatif, proaktif, inovatif,
kreatif, dan yang terpenting adalah mampu bersikap mandiri atau survive dalam menghadapi masalah. Pada
aspek pengetahuan global, meliputi pengetahuan yang berbasis TIK, pemahaman
nilai-nilai lintas budaya, dan kecerdasan inovatif dan kreatif, sedangkan dalam
aspek keterampilan global, keterampilan penting yang harus dipenuhi adalah soft skill.
Kemudian Pak Andhos menampilkan sebuah potongan artikel
berjudul “Pendidikan Tidak Berhasil Menciptakan Manusia Berbudaya” yang masih
merupakan kelanjutan dari materi. Kalau menurut pendapat saya, kurikulum
sebenarnya tidak perlu diganti lagi. Saat Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP), nilai-nilai untuk membentuk manusia berbudaya sebenarnya sudah ada.
Penerapannya dalam pembelajaran mungkin yang kurang diperhatikan oleh guru.
Dalam kegiatan pembelajaran, guru seharusnya tidak fokus kepada materi saja
namun juga mengajarkan kepada peserta didiknya mengenai nilai-nilai kehidupan, seperti:
bagaimana menghargai dan bersikap toleransi kepada orang lain, memelihara
warisan budaya bangsa, dan menjadi pribadi yang mematuhi norma-norma sosial.
Selanjutnya Pak Andhos kembali menampilkan beberapa
potongan artikel dari berbagai sumber, diantaranya:
1)
Industri butuh tenaga yang memiliki soft
skill yang baik, misalnya: karakter
yang riang, percaya
diri, pandai berkomunikasi/interaksi, kreatif, inovatif dan mampu bekerjasama (Dirjen Dikti, Diknas, Republika, 30 Juni 2008).
2)
Soft skill jurus jitu untuk masuk pasar kerja, karena
selain kecerdasan, perusahaan lebih menyukai calon pegawai yang periang dan
pandai berkomunikasi. (Jimmy M Rivai
Gani, CEO Proven Force Indonesia,Republika 30 Juni 2008).
3)
Sudah saatnya mendobrak sistem pendidikan di Indonesia,
karena era informasi tidak bisa diatasi dengan cara berpikir linear, semua
harus visioner. Selain hard skill, soft
skill harus juga disiapkan. Dan guru/dosen harus memiliki standar
kompetensi yang tinggi (Haidar Bagir, CEO Mizan Group, Republika 6 Juli 2008).
4)
Soft skill harus dibangun dan dikembangkan secara terpadu dan berkesinambungan mulai dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi.
(Lee Kwanyu, Ex PM Singapura).
Inti dari keseluruhan potongan
artikel di atas adalah soft skill merupakan
keterampilan atau kemampuan penting yang harus dikuasai oleh SDM saat ini.
Kenyataan yang terjadi di Indonesia adalah pendidikan saat
ini lebih mengutamakan hard skill dibandingkan
dengan soft skill. Hal ini tentu saja
memunculkan gap besar antara apa yang disediakan oleh pendidikan dengan apa
yang dibutuhkan dalam dunia kerja (tuntutan eksternal). Perbedaan lain
diantaranya: (1) Masalah yang dihadapi dalam dunia pendidikan cenderung
sederhana, sedangkan masalah yang dihadapi dalam dunia kerja bersifat kompleks
yang membutuhkan ketangguhan daya nalar, fisik, dan psikis, (2) Pengukuran
sukses dalam dunia pendidikan cenderung mengacu pada hasil belajar sedangkan
dalam dunia eksternal, sukses diukur dengan hasil karya, (3) Pengembangan dalam
dunia pendidikan mengacu kepada kemampuan intelektual, sedangkan dalam dunia
eksternal, pengembangan mengacu kepada human
development yang merangkap intelektual, moral, dan perilaku profesional.
Dikarenakan
adanya perbedaan antara apa yang disediakan oleh pendidikan dengan apa yang dibutuhkan
dalam dunia eksternal di Indonesia, maka akan mengakibatkan kompetensi SDM yang
dihasilkan kurang maksimal, SDM kurang memiliki daya juang yang tinggi, kurang
sigapnya SDM Indonesia dalam menghadapi perubahan yang sangat cepat, dan yang
paling parah adalah kondisi ekonomi Indonesia akan semakin terpuruk.
Solusi untuk
menghadapi permasalahan di atas adalah para pelaku pendidikan harus menciptakan
lingkungan pendidikan yang kondusif. Apa itu lingkungan pendidikan kondusif?
Menurut Peter.F.Ducker, adanya lingkungan pendidikan yang kondusif (memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan diri secara utuh baik hard skill maupun soft skillnya) merupakan prasyarat mutlak untuk menghadapi
globalisasi. Lingkungan pendidikan kondusif seperti yang dimaksud oleh Peter
sangat cocok untuk memenuhi kebutuhan dunia eksternal saat ini.
Peter.F.Drucker
Penerapan lingkungan
pendidikan yang kondusif tentunya harus tercermin dalam kurikulum pendidikan
yang berlaku. Saya harap kurikulum 2013 sudah mencakup aspek yang harus
dipenuhi berikut ini: pembekalan kepada siswa kompetensi SDM yang relevan (hard skill + soft skill), penyiapan mental siswa menghadapi lingkungan
kompetisi yang keras dengan perubahan yang makin cepat, pengembangan daya kreatif dan inovatif siswa agar
mampu menyikapi situasi dan sumber daya yang makin terbatas, dan pembiasaan diri dalam lingkungan global dan multi
budaya.
Selain mengimplementasikan kurikulum yang harus memenuhi kompetensi
seperti yang telah disebutkan sebelumnya, penanaman multi kompetensi juga dapat
dijadikan sebagai alternatif solusi untuk menghadapi era globalisasi saat ini. Multi
kompetensi yang dimaksud, meliputi: pengembangan kemampuan intelektual (intellectual development), pengembangan
kemampuan emosional (emotional
development), dan pengembangan kemampuan ketangguhan diri (adversity development). Salah satu cara
mengembangkan multi kompetensi adalah mengoptimalkan kerja otak kanan dan otak
kiri.
Hard skill dan soft skill yang seimbang tentunya akan terbentuk pada pribadi yang
optimis, madiri, dan survive. Optimis
tercermin dalam pribadi yang selalu berpikir positif, antusias, dan proaktif,
sikap ini dapat dikembangkan dengan cara belajar untuk selalu menetapkan target
dalam hidup, selalu melakukan sesuatu dengan niat yang kuat dan
bersungguh-sungguh. Mandiri tercermin dalam diri seorang yang adaptif, bersikap
profesional, dan selalu update, sikap
ini dapat dikembangkan dengan cara memahami potensi diri lalu mengembangkannya
dan mengurangi ketergantungan terhadap orang lain. Terakhir adalah survive, perilaku ini tercermin dalam pribadi
yang mampu melihat tantangan sebagai peluang, berpikir ekonomis dan inovatif,
untuk mengembangkannya dapat dilakukan dengan cara membuang jauh sikap berpuas
diri dan mendorong diri untuk jeli melihat tiap kesempatan yang ada.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, soft skill berperan penting dalam menghadapi tantangan di era
globalisasi saat ini. Ternyata, penanaman nilai-nilai olimpisme merupakan
pendekatan yang efektif dalam mengembangkan soft
skill peserta didik karena olimpisme memadukan olahraga, pendidikan, dan
kebudayaan untuk menciptakan kehidupan yang selaras dan mengedepankan etika
(pengertian olimpisme yang tercantum dalam Olympic
Charter).
Menurut Prof. Imam Suyudi, seorang pakar olahraga yang juga merupakan
mantan Direktur National Olympic of
Indonesia, olahraga dapat
dijadikan sekolah yang baik bagi kehidupan masa sekarang dan yang akan datang
jika dilaksanakan dan dirancang dengan benar. Melalui permainannya, olahraga
dapat digunakan untuk mengembangkan keterampilan yang merupakan dasar
perkembangan manusia secara keseluruhan. Keterampilan tersebut, diantaranya:
kerja sama dan percaya diri. Kemampuan yang dimaksud tercantum dalam tujuh
komponen standar dan nilai-nilai olimpisme, serta motto olimpiade.
Tujuh komponen standar
olimpisme, yaitu: 1) Excellence in
performance (performa terbaik), 2) Joy
and pleasure in participation (Ikhlas dalam partisipasi), 3) Fairness of play (jujur), 4) Respect for other nations, cultures,
religions, and individuals (menghargai perbedaan bangsa, agama, dan
pribadi), 5) Human quality development (Pengembangan
kualitas manusia), 6) Leadership by
sharing, training, working, and competing together (Memimpin dalam berbagi,
berlatih, bekerja, dan berkompetisi), 7) Peaceful
co-existence between different nationality (Perdamaian antar bangsa). Ternyata
tujuh komponen standar ini mencakup aspek kompetensi global (pengetahuan
global, keterampilan global, dan attitude
yang baik).
Kompetensi global juga
tercermin dalam nilai-nilai olimpisme, yaitu: visioner (tujuan
jangka panjang), peaceful (perdamaian), no discrimination (tidak diskriminatif atau tidak membeda-bedakan), mutual understanding (saling memahami), friendship (persahabatan), solidarity
(solidaritas), fair play (jujur, sportif), excellence (keunggulan), fun (kesenangan), respect (menghargai), human development
(pengembangan diri), leadership (kepemimpinan), motivation (semangat, pantang menyerah), dan team work (kerja sama, sinergi).
Terakhir, kompetensi global dapat ditanamkan kepada diri peserta didik
dengan mengacu kepada motto olimpiade, yaitu: Citius (lebih cepat beradaptasi), altius (memiliki semangat lebih tinggi dalam menggapai prestasi),
dan fortius (memiliki semangat juang
lebih tinggi).
Intinya, dengan pelaksanaan
kompetensi olahraga yang dilaksanakan berjenjang diharapkan dapat membangun SDM
Indonesia yang memiliki kemampuan global dan juga dapat mencetak prestasi dunia
sehingga dapat mengharumkan nama Indonesia di mata dunia.
Demikian resume saya untuk
pertemuan ini. Semoga bermanfaat. Amin.