Resume pertemuan 2: “Filosofi dan Sejarah Olimpiade Kuno”
Saya dan
teman-teman bertemu kembali dengan Om Jay untuk mata kuliah olimpisme pertemuan
kedua pada hari Sabtu, 7 September 2013. Sebelum perkuliahan dimulai, beliau
mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan untuk memberikan materi, seperti
laptop, microphone, dan speaker. Perkuliahan dimulai dengan
pemberian buku oleh Om Jay kepada salah seorang mahasiswi angkatan 2013 dan
tentu saja perisitiwa tersebut tidak luput dari jepretan kamera handphone milik Om Jay, untuk keperluan posting artikel tentunya.
Setelah
itu, perkuliahan dilanjutkan dengan mengulang materi yang telah dibahas pada
pertemuan sebelumnya mengenai “Menumbuhkembangkan Jiwa-Karakter Pemenang dalam Diri
Masyarakat Indonesia.” Salah satu kesimpulan yang diperoleh, yaitu: kurangnya
rasa nasionalisme yang dimilki oleh para pemuda, hal ini terlihat dari sikap
beberapa mahasiswa yang lebih memilih menggunakan bendera negara lain dibanding
bendera Indonesia pada jaketnya. Dalam hati saya pun membenarkan fenomena
tersebut.
Selesai
mengulang materi pertemuan sebelumnya, perkuliahan dilanjutkan dengan materi baru,
yaitu: “Filosofi dan Sejarah Olimpiade Kuno.” Om Jay memulai materi perkuliahan
dengan tiga pertanyaan, yaitu:
(i)
Mengapa
penyelenggaraan olimpiade begitu populer?
(ii)
Mengapa
negara di dunia berebut untuk menjadi tuan rumah peserta olimpiade?
(iii)
Mengapa
menjadi seorang peserta olimpiade merupakan prestasi tertinggi bagi seorang
atlet?
Informasi mengenai
sejarah olimpiade kuno berawal dari ditemukannya prasasti peninggalan Kota
Olympia oleh tentara Jerman pada abad ke-19. Prasasti tersebut menggambarkan
olimpiade sebagai kegiatan festival olahraga yang juga merupakan ritual
penyembahan kepada Dewa Zeus (dewa penguasa Gunung Olympia). Bangsa Yunani
sangat menjaga sportivitas dan persahabatan saat penyelenggaraan olimpiade.
Sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Yunani yang terlibat perang untuk sejenak
melupakan perang yang mereka hadapi dan menikmati penyelenggaraan olimpiade.
Saat awal
penyelenggaraan olimpiade, hanya kaum laki-laki yang diijinkan untuk menjadi
peserta. Para peserta diharuskan bertelanjang bulat untuk menjaga kesucian
festival olahraga tersebut. Olimpiade dilaksanakan setiap empat tahun sekali di
stadion berkapasitas 40.000 penonton dekat Sungai Kladeios selama lima hari. Stadion yang
dimaksud tersebut masih bisa kita lihat keberadaannya sampai saat ini. Jenis
perlombaan yang diadakan pada olimpiade kuno, diantaranya: lari, lempar
lembing, gulat, penthatlon.
Penghargaan
pemenang perlombaan pada olimpiade saat ini adalah berupa sebuah medali yang dikalungkan di dada.
Sedangkan saat olimpiade kuno, pemenang akan diberikan mahkota daun zaitun dan
diberikan gelar “pahlawan” serta sangat dihormati oleh masyarakat. Hal ini
terbukti jika pemenang tersebut melintas saat peperangan, maka seketika
peperangan akan berhenti untuk menghormati keberadaannya. Agar saya dan
teman-teman lebih mengerti bagaimana sejarah olimpiade kuno, Om Jay pun
memutarkan sebuah video buatan Yunani yang berisi gambaran olimpiade saat itu.
Meskipun olimpiade
begitu populer, ternyata pelaksanaannya sempat dihentikan oleh seorang raja Kristen,
Theodore I pada 393 AD. Kekuasaan kerajaan tersebut berlanjut dengan aksi
penghancuran Kota Olympia oleh Raja Theodore II pada 426 AD.
Selanjutnya,
Om Jay membahas mengenai sepuluh filosofi olimpiade kuno, yaitu:
1.
Menjaga
kesucian diri
2.
Kekuatan
dan kebugaran fisik
3.
Semangat
untuk berprestasi
4.
Jujur
5.
Saling
menghargai
6.
Terciptanya
perdamaian
7.
Terjadinya
kompromi dan kesepakatan antar suku.
8.
Penghargaan
tertinggi
9.
Peningkatan
ekonomi
10. Sukacita atau sukaria
Om Jay pun
juga membahas pendapat beberapa ahli, diantaranya:
1. Socrates: “Badan yang kuat dan sehat merupakan penjaga
yang baik bagi manusia.” Tentunya dengan badan yang sehat dan kuat, manusia
akan lebih mudah untuk beraktivitas dalam hidupnya.
2. Plato: “Olahraga bukanlah tujuan akhir, tetapi sebagai
alat untuk menjadikan manusia orang yang sehat.” Dengan olahraga, tentunya
fisik yang kuat dan sehat akan lebih mudah diperoleh.
3. Aristoteles: “Kesehatan pikiran selalu tergantung dari
kesehatan badan.”
Menjelang akhir perkuliahan,
Om Jay memutarkan sebuah cuplikan film. Film tersebut menggambarkan seorang
pelatih yang sedang berbincang dengan kapten tim yang ia latih. Inti dari
pembicaraan mereka adalah kapten tim tersebut merasa pesimis akan menang,
merasa kalah sebelum bertanding. Lalu, pelatih menantangnya untuk merangkak
sambil menggendong temannya hanya dengan menggunakan bantuan tangan dan kaki
dengan jarak sesuai dengan kesepakatan (tidak sampai ujung lapangan). Di tengah
perjalanan, kapten tim tersebut sudah ingin menyerah namun pelatih terus
memotivasinya. Di akhir saat sudah merasa tidak benar-benar sanggup, kapten tim
tersebut akhirnya menjatuhkan diri ke lapangan. Ternyata, ia telah melintas
sampai ujung lapangan, jauh dari jarak awal yang disepakatinya dengan pelatih.
Lalu pelatih pun berkata,”Kamu adalah kapten tim. Jika kamu saja sudah merasa
kalah, bagaimana dengan pemain lain?” Cuplikan film ini mengajarkan saya bahwa
kemampuan yang kita milki sebenarnya lebih jauh dari yang kita tahu, asalkan
kita memiliki sifat pantang menyerah dan tidak takut untuk terus mencoba.
Kemudian Om Jay
mengadakan kuis tertulis berisi tiga soal dan langsung dikumpulkan. Kami pun
bernyanyi bersama untuk menutup perkuliahan dengan lagu “Bangun Pemuda”. Perkuliahan
diakhiri dengan beberapa tugas, diantaranya: resume pertemuan kedua (yang saya
tulis ini), follow Om Jay di twitter
dengan akun @wijayalabs, dan terakhir adalah Om Jay meminta kepada setiap
mahasiswa untuk membawa nasi bungkus dengan lauk telur atau ayam yang harus
dibawa pada pertemuan ketiga. Jadi, pada pertemuan yang akan datang, saya dan
teman-teman akan sarapan bersama. Pasti seru!
Demikian kegiatan
saya dan teman-teman pada pertemuan kedua. Semoga pertemuan selanjutnya ada
lebih banyak lagi pelajaran yang bisa saya petik. Amin.
semoga terus memberikan inspirasi untujk anak muda indonesia
BalasHapussalam
omjay
Amiiiiin. Semangat terus om!
BalasHapus